Setiap tahun masyarakat seluruh dunia memperingati Hari Orang Utan Internasional, dimana pada kesempatan ini setiap instansi, baik pemerintah maupun swasta, kaum akademisi dan pemerhati lingkungan beramai-ramai membangun kesadaran masyarakat untuk lebih peduli dengan salah satu satwa endemik Indonesia ini. Namun, seperti yang kita ketahui bersama masih banyak orang yang belum menyadari akan pentingnya peran orang utan, bahkan statusnya yang terancam punah (menurut IUCN) masih belum membuat sebagian orang tergugah untuk ikut melindunginya.
Di Indonesia terdapat tiga spesies orang utan, yaitu Orang Utan Kalimantan, Orang Utan Sumatra dan Orang Utan Tapanuli, yang kesemuanya dilindungi oleh oleh pemerintah Indonesia, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Sementara menurut CITES menyatakan status ketiga spesies orang utan ini adalah Appendix I yang berarti bahwa spesies ini tidak boleh diperdagangkan.
Sayangnya masih sering terjadi konflik antara manusia dan orang utan, hal ini terjadi karena sering kali orang utan dianggap sebagai hama yang mengganggu kebun masyarakat di sekitar habitatnya. Bayi orang utan yang menurut kebanyakan orang lucu juga tak luput dari incaran perdagangan satwa. Bayi orang utan diperjualbelikan dan dijadikan hewan peliharaan. Belum lagi orang utan harus menghadapi kenyataan, jika rumah mereka semakin berkurang luasannya, dan ruang gerak mereka semakin sempit karena perubahan fungsi hutan.
Orang utan sehari-hari banyak menghabiskan waktunya dengan berkeliling hutan untuk mencari buah-buahan yang menjadi makanan utama mereka. Saat berkeliling hutan orang utan juga menyebarkan biji-bijian dari buah yang dimakan dengan cara membuangnya secara bersamaan dengan kotorannya ataupun menghamburkannya dari sisa makanan yang dimakan. Biji-bijian inilah yang nantinya akan tumbuh menjadi pohon yang memadati hutan.OF-UK Indonesia dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah berkolaborasi dengan berbagai pihak serta masyarakat lokal dalam pemulihan habitat orangutan melalui program restorasi. Selain itu juga terdapat program perlindungan habitat orang utan melalui pengoperasian sembilan pos jaga dan pemantauan kawasan di Suaka Margasatwa Lamandau (SML). Sementara itu terdapat lima camp pemantauan dan pelepasliaran orang utan di SML yang dikelola bersama OF-UK Indonesia dan BKSDA Kalimantan Tengah melalui program reintroduksi. Pada setiap camp tersebut terdapat orang utan hasil dari serahan warga yang sedang berada dalam program soft release, kemudian orang utan tersebut akan dilepasliarkan kembali setelah mereka siap hidup di alam liar. Selain itu, di area camp juga sering terlihat, baik orang utan liar maupun orang utan pasca reintroduksi. Semua orang utan tersebut secara berkala dilakuan pemantauan aktivitas kesehariannya dan pemantau kesehatannya oleh dokter hewan yang dibantu oleh staf lapangan.