Bayi Orang utan Kalimantan berjenis kelamin jantan telah lahir di Suaka Margasatwa Lamandau (SML) pada bulan Juni kemarin. Bayi pertama yang lahir di SML ini diberi nama Pancaran oleh Ibu Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pancaran merupakan anak pertama dari induk Pauline dan jantan Carlos yang ada di Camp Gemini.
Pada kurun waktu lima tahun terakhir ini sebanyak lima belas individu orang utan lahir di SML, terdiri dari dua individu di Camp Rasak, lima individu di Camp Gemini, dua individu di Camp JL, dua individu di Camp Buluh dan empat individu di Camp Siswoyo. Sementara itu, sejak tahun 2019 terdapat 66 individu orang utan yang terpantau di seluruh area camp, terdiri dari 39 orang utan reintroduksi, 10 individu orang utan program soft-release, 4 individu orang utan yang sering datang di sekitar camp, dan 12 individu orang utan liar.
Kelahiran pancaran dan adanya empat individu orang utan yang diberitakan hamil, tentu saja merupakan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri untuk OF-UK Indonesia dan BKSDA Kalimantan Tengah. Hal ini mengingat bahwa OF-UK Indonesia dan BKSDA Kalteng bekerjasama dalam mengelola lima camp reintroduksi dan pelepasliaran orang utan di SML.
Selain itu, kelahiran dan kehamilan tersebut dapat menjadi indikator jika SML mampu menyediakan habitat yang nyaman bagi orang utan. Hal ini dikarenakan tumbuhnya beraneka jenis pohon pakan orang utan dan terjaganya kelestarian hutan di SML.
Namun, di balik berita yang menggembirakan ini tentu saja kita tetap harus waspada dalam menjaga kelestarian orang utan dan habitatnya. Seperti yang dilansir dari situs International Union of the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Orang utan Kalimantan, Orang utan Sumatera dan Orang utan Tapanuli berada dalam daftar merah, critically endangered, kritis terancam punah. Mamalia yang terkenal dengan kecerdasannya ini dinyatakan sebagai hewan yang dilindungi oleh pemerintah.
Beberapa faktor yang menjadi ancaman terhadap populasi orang utan diantanranya adalah deforestasi serta perburuan dan perniagaan ilegal. Pembabatan hutan secara besar-besaran untuk dialihkan fungsinya dan kebakaran hutan maupun pembalakan liar hutan adalah penyebab deforestasi. Berkurangnya jumlah hutan secara massive tentu saja sangat berpengaruh pada jumlah populasi orang utan yang disebut sebagai spesies payung ini. Jika hutan yang merupakan rumah mereka hilang maka kelangsungan hidup mereka pun akan terancam.
Habitat yang rusak, menyebabkan orang utan memasuki wilayah perkampungan atau perkebunan. Merasa takut atau marah kemudian warga memburu orang utan yang dianggap sebagai hama karena merusak kebun mereka. Orang utan juga diburu untuk diambil anaknya. Tak jarang perburuan tersebut sampai menyebabkan induk orang utan mati. Anak orang utan ini kemudian diselundupkan atau diperniagakan secara ilegal. Anak orang utan yang diperjual belikan kemungkinan akan berakhir sebagai hewan peliharaan.
Jika faktor-faktor tersebut terus berlangsung dan tidak ditindaklanjuti dengan serius, maka keberadaan orang utan di alam liar akan punah. Orang utan mungkin hanya akan bisa dilihat di kebun binatang saja. Sementara, jika orang utan sudah tidak ada di hutan, maka ekosistem hutan akan terganggu. Sebelum hal tersebut terjadi hendaknya kita lebih bijak dalam berperilaku terhadap hutan. Kita harus menjauhi perbuatan-perbuatan yang dapat menjadi gangguan bagi orang utan dan habitatnya serta selalu menggiatkan tindakan yang dapat melestarikan alam dalam kehidupan sehari-hari.