Salah satu tugas staff yang berada di Stasiun Riset Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, adalah melakukan pemantauan fenologi. Saat melakukan pemantauan fenologi staff akan mengambil data jumlah jenis pohon yang berbunga, berbuah mentah dan berbuah matang.
Kumpulan data hasil pemantauan fenologi akan membantu tim untuk memahami ketersediaan pakan alami bagi orangutan maupun satwa lainnya di sekitar Stasiun Risat Pondok Ambung. Selain itu juga untuk menunjukkan buah apa saja yang tersedia di bulan-bulan dan daerah tertentu yang ada di sekitar Stasiun Riset Pondok Ambung.
Puspa (Schima wallichii) atau yang sering disebut oleh masyarakat lokal dengan lowari, merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh di sekitar Stasiun Riset Pondok Ambung. Puspa adalah jenis pohon yang tergolong famili Theaceae. Pohon puspa tergolong jenis pohon yang dapat hidup dan tumbuh pada berbagai kondisi tanah, iklim, dan habitat. Tidak hanya dapat tumbuh di tanah dengan drainase baik, namun ada beberapa yang ditemukan tumbuh di daerah rawa dan sepanjang tepian aliran sungai.
Tinggi pohon puspa bisa mencapai 40 meter dengan diameter berukuran 130 sentimeter. Pohon yang mempunyai daya survive cukup tinggi ini termasuk tumbuhan yang cepat tumbuh atau fast growing. Daun pohon ini berbentuk lonjong dengan ujung daun runcing. Daunnya berwarna kemerahan saat masih muda dan saat tua berwarna hijau.
Pohon puspa juga termasuk dalam tanaman yang tahan dengan api. Kayunya kokoh serta kulitnya tebal. Pohon dari divisi Tracheophyta ini menghasilkan bunga. Bunga pohon puspa berbunga tunggal dan memiliki benang sari yang banyak dan mengumpul di tengah. Bunganya berwarna putih dan putiknya berwarna kuning. Bilangan kelopak bunga pohon puspa berjumlah lima. Jika dilihat sekilas, bunganya hampir mirip dengan bunga melati.
Buah dari pohon ini berbentuk bulat kapsul berkayu. Lebar diameter buahnya dua hingga tiga sentimeter, membuka dengan lima katup serta biji yang memiliki sayap. Kayu pohon puspa juga sering disebut dengan kayu gatal. Hal ini karena saat mengolah batang kayu yang mentah dan kayunya terkena kulit akan menimbulkan rasa gatal. Schima wallichii kerap dijadikan pohon pelindung dan untuk reklamasi lahan, termasuk juga reboisasi daerah resapan air. Pohon ini mampu menghasilkan tajuk yang lebat dan mengurangi pertumbuhan gulma disekitar area pohon.